Tag

, ,

Kontemplasi Minggu Kliwon

Dalam menulis, apalagi mengkaji, menelaah, atau menganalisa — kita mesti ‘telanjang’. Sekurang – kurangnya, menjauh dari kegaduhan jika objek tulisan tengah viral dan timbul kontroversi di publik. Ya. Tinggalkan subjektivitas di belakang melainkan perspektif di depan.

Berbasis pengalaman, sebaik-baiknya perspektif ialah filsafat. Selain ia —filsafat— dianggap ‘ibu’ dari ilmu segala pengetahuan, juga dalam diskusi, filsafat kerap melewati ‘tiktok logika’ dengan mempertanyakan jawaban, bahkan mempertanyakan pertanyaan, hingga terpetik poin-poin maksimal.

Kalau dibawa dalam kontemplasi, contohnya, filsafat cederung mencari cinta dan kebenaran. Bagaimana cintamu dianggap suci, sedangkan kamu tak punya program apa-apa; bagaimana disebut kebenaran jika langkahmu tidak sesuai petunjuk? Itu pertanyaan-pertanyaan di ujung dalam mencari cinta dan kebenaran. Dan konon, kebenaran filsafat itu di bawah laduni. Kebenaranan langit. Petunjuk-Nya.

Selanjutnya sebaik-baiknya sisi pandang selain filsafat, saya lebih memilih geopolitik sebagai pisau bedah. Kenapa? Sebab, lazimnya dinamika organisme siapapun cenderung meraih apa yang disebut (geo) ekonomi dalam hidup serta kehidupan. Dimanapun, kapanpun — entah individu, kelompok, entitas, terutama negara-negara akan berlomba mencari (geoekonomi)-nya. Hal-hal yang kerap dikemas dengan istilah national interest alias kepentingan nasional, dimana secara umum ialah kepentingan keamanan (security) dan kepentingan kesejahteraan (prosperity). Dan memang, jika merujuk filosofi Tata Tenteram Kerta Raharja, keamanan adalah kulit luar dari kesejahteraan. Damai itu indah, aman itu sejahtera.

Bila berdasar mapping geopolitik, kepentingan nasional tiap-tiap negara itu berbeda, namun benang merahnya nyaris sama yakni meraih water, food and energy (air bersih, pangan dan energi). Dalam operasional geopolitik di negara manapun — niscaya ada gap menganga antara geopolitik dan geoekonomi kecuali negara autarki atau negeri swasembada (self sufficiency). Amerika Serikat misalnya, ketika produksi minyaknya cuma bisa memenuhi 40% kebutuhan domestik, maka kekurangannya (60%) harus dicari keluar. Nah, langkah ‘pencarian keluar’ ini memunculkan apa yang disebut dengan istilah geostrategi. Jadi, urut-urutannya ialah geopolitik – geostrategi – geoekonomi. Jangan dibalik, jangan terbalik.

Perang apapun di dunia, itu cuma tema/agenda alias geostrategi. Apapun istilahnya. Sedangkan skema dan tujuannya adalah geoekonomi: water, food and energi. Atau istilah dahulu adalah gold, glory and gospel, contohnya, atau rempah-rempah, nikel, ataupun rare earth dan lainnya tergantung komoditas unggulan pada masanya.

Jkt, 29 Jan 2023