Renungan Cilik-Cilik-an

Kecerdasan awal manusia boleh disebut kepintaran. Ia bersumber dari akal dan logika. Output-nya: “Benar atau tidak benar/salah”. Dan godaan (ujian) atas kecerdasan awal ini ialah ujaran leluhur, “Lek bodo ojo koyo khewan, nek pinter ojo koyo setan” (Kalau bodoh jangan seperti hewan, kalaupun pintar jangan seperti setan). Bukankah banyak para elit yang mengaku pintar namun perilakunya mirip setan?

Diksi setan itu diambil dari bahasa Arab, artinya orang yang berpikiran jahat. Jadi, ketika kita sudah berpikiran jahat, itu sudah masuk pengaruh setan.

Pun demikian sebaliknya, jangan bodoh seperti hewan. Mbebek, misalnya, atau ngembek, menjilat, dan lain-lain.

Selanjutnya soal tingkatan kedua sebuah kecerdasan. Ya. Ketika kecerdasan awal (kepintaran) terus dikembangkan lalu menemui ‘maqom’-nya, bisa disebut dengan istilah kebijaksanaan. Ya. Kebijaksanan tidak bersandar logika dan akal, namun lebih kepada akal budi yang bersumber dari hati (nurani) alias albab dalam tingkatan hati. Output-nya ialah: “Adil atau tidak adil”.

Sedangkan kecerdasan utama (ketiga atau tertinggi) ialah makrifatullah —syukur-syukur bisa ke ranah gaib— insyaAllah kecerdasan ini bersumber dari Ilahi. Ilmunya kerap disebut ‘laduni’. Jatuh dari langit. Sudah pasti benar/mutlak.

Melawai, 7 Agustus 2023