Pemimpin yang lahir dari model demokrasi one man one vote bukanlah negarawan yang berorientasi next generation dan bertekat meraih keadilan sosial bagi seluruh rakyat. One man one vote hanya membidani kelas politisi. Kenapa? Sebab, ia –politisi– cuma berpikir next election; ingin elektabilitasnya tetap tinggi (via pencitraan); bagaimana tetap berkuasa, dan lain-lain.

Lantas, apakah produk sistem pemilu seperti ini yang diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan rakyat, sedang partai politik diawaki oleh personal yang mengutumakan diri dan kelompoknya?

Mbok mikir!