Cerpen Kecil Geopolitik

Masih ingat Revolusi Warna dekade 2000-an di negara-negara pecahan Uni Soviet dan Balkan?

Revolusi Warna bukanlah gejolak sosial biasa, namun merupakan model asymmetric war (perang asimetris) yang digelar oleh Barat dengan sasaran ganti rezim bermodus gerakan massa tanpa kekerasan (nonviolent resistance).

Tuntutan dalam revolusi selain ‘paket DHL’ —Demokrasi, HAM, Lingkungan— juga mengusung isu korupsi, kemiskinan, dan lain-lain.

Revolusi Warna dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal yang berafiliasi ke asing, termasuk kelompok pemuda dan mahasiswa sebagai ujung tombak skenario (ganti rezim). Unik. Setiap gerakan di masing-masing negara mengambil nama-nama bunga sebagai simbol, misalnya, Revolusi Mawar di Georgia (2003), Revolusi Oranye di Ukraina (2004), Revolusi Tulip di Kirgistan (2005), Revolusi Cadar di Lebanan (2005) dan lain-lain. Jika dibandingkan dengan Arab Spring di Jalur Sutra, ada kemiripan logo yakni ‘Tangan Mengepal’ serta slogan singkat yang artinya: ‘Cukup’ dalam bahasa negara-negara target. Pada Arab Spring di Mesir berslogan Kifaya (cukup); dalam Revolusi Warna di Georgia disebut Kmara (cukup), di Ukraina namanya Pora (waktunya) dan lainnya.

Bahwa hampir semua logo, slogan, taktik dan strategi gerakan baik Revolusi Warna maupun Arab Spring ternyata bersumber dari buku From Dictatorship to Democracy-nya Gene Sharp, sarjana senior di Albert Einstein Institute, New York. Pengajarnya adalah Center for Applied Non Violent Action and Strategies (CANVAS), pusat pelatihan bagi pengunjuk rasa tanpa kekerasan yang logonya: Tangan Mengepal atau Kepalan Tinju.

Konon CANVAS sudah melatih para tokoh demonstran pada 37-an negara. Melawan rezim tanpa senjata merupakan metode baku bahkan menjadi strategi kunci kesuksesan revolusi semacam ini dengan modus memanipulasi media massa dan jejaring media sosial.

Dan tak boleh dilupakan ialah peran National Endowment for Democracy (NED). LSM ini dijuluki ‘LSM Seribu Proyek’ punya Pentagon yang dibiayai Kongres Amerika Serikat hingga jutaan dolar per/tahun. Dan CANVAS merupakan salah satu kakinya NED dalam hal pelatihan demonstrasi.

Prof Michel Chossudovsky, analis dan peneliti di Central for Research on Globalization (CRG), Kanada, menyatakan bahwa Revolusi Warna adalah operasi Central Intellegence Agency (CIA) yang mendukung gerakan protes guna memicu perubahan rezim di bawah gerakan prodemokrasi. Tujuan utama adalah menggulingkan pemerintahan sah melalui protes dan kerusuhan sosial. Selanjutnya menurut Andrew Gavin Marshall, juga peneliti di CRG, Kanada, bahwa Revolusi Warna adalah taktik politik rahasia untuk memperluas pengaruh NATO dan AS di perbatasan Rusia dan China. Analisa kedua peneliti CRG di atas senapas dengan asumsi Tony Cartalucci, RT News Chanel, “Matikan Timur Tengah, anda mematikan China dan Rusia, maka anda akan menguasai dunia”.

Nah, merujuk diskusi kecil di atas bahwa antara Revolusi Warna dan Arab Spring memiliki latar yang sama baik mentor gerakan (NED dan CANVAS) maupun taktik dan strateginya yang bersumber dari bukunya Gene Sharp yang berjudul From Dictatorship to Democracy.

Pertanyaan menggelitik pun muncul, “Apakah China Spring juga diremot oleh aktor yang sama seperti Revolusi Warna dan Arab Spring?”

Let them think let them decide!