Tag

Ngaji Jum’at Cilik-Cilikan

AGAMA itu berasal dari bahasa Sansekerta. A = tidak, GAMA = kacau. Jadi, diksi agama itu maknanya “tidak kacau”. Nah, dari nomenklatur saja sudah jelas, barang siapa berpegang pada tali agama (langit) maka hidupnya tidak bakal kacau. Kalau beragama tetapi masih kacau, bahkan suka ngacau? Nah ini, ini, inii .. 🤭🤭😀 Kalau tidak salah paham, mungkin fahamnya salah 🙄😉

Dalam konteks filosofi, agama (Islam) —atau agama samawi lain— itu bukan milik manusia. Agama samawi milik Tuhan. Jadi, sejatinya ia bukan ideologi, bukan aliran, dan sekali lagi, bukan faham. Lebih lanjut akan dijelaskan di bawah.

Iya. Ideologi itu buah pikir manusia yang dijadikan pedoman dalam kehidupan (dan bernegara) seperti kapitalisme, contohnya, atau komunisme, fasisme, pesugihan, ngingu tuyul dan seterusnya — Kakkakkaakk 😆😀 (ketawa ngakak), dua frasa terakhir cuma guyon!

Meski agama itu sendiri bukan faham, tidak pula aliran, tetapi praktik beragama kerap ada faham dan/atau aliran-aliran dalam agama seperti Syi’ah, Sunni dan lain-lain.

Kembali ke nganu. Ketika milikNya (agama samawi) dibawa ke koridor aliran, ideologi dan/atau faham tertentu, maka beginilah jadinya. Sesama agama saling kepruk, saling tebar fitnah, bahkan jika dilepas bisa bunuh-bunuhan antarsesama hanya karena berbeda tradisi dan budaya.

Nah, pada tafsir makrifat, misalnya, “Kuwi wong lali, le! Jalaran nuruti bener karepe dewe, sing bener nurut marang Pengerane,” ujar Ki Jebres sembari klepas-klepus. Leyeh-leyeh. Itu orang lupa, Nak! Karena menuruti kehendaknya sendiri, yang benar mengikuti jalan atau petunjuk Tuhannya.

Maka pantas saja, bila salah satu clue penting dalam mengurai kebenaran versi filsafat adalah: “Bagaimana dianggap benar, sedang langkahmu tidak sesuai petunjuk?”

Mpun