Harapan itu bukanlah realita. Memang bukan angan-angan, akan tetapi klasifikasinya selevel dengan impian, atau cita-cita, dan lain-lain. Pada tahapan manajemen, harapan itu baru sebatas rencana. Belum tentu terwujud. Sebab rencana yang kurang matang niscaya memperbesar resiko kegagalan. Kenapa? Ia masih tergantung bagaimana sinergitas pengorganisasian, perlu spirit serta validitas pelaksanaan, sistem kendali, dan lainnya. Itu sekilas tentang harapan atau impian.

Sedang ijon adalah pola dalam transaksi di beberapa daerah di negara kita, dimana komoditas yang dijadikan obyek jual beli sebenarnya masih mentah, belum waktunya, belum masanya untuk dipetik dan/atau dikonsumsi, misalnya — sesuai manfaat utama komoditas dimaksud. Lazimnya tidak layak untuk diperjual-belikan. Namun bila ia dijual dalam kondisi “belum jadi,” istilahnya diijon itu tadi, sudah tentu, harganya lebih murah daripada ketika tiba masa panen.

Dalam dunia politik praktis zaman now, muncul fenomena bahwa ijon dan harapan sering dijadikan isu, atau diperjual-belikan oleh para elit politik guna mendulang suara dalam rangka meraih kursi kekuasaan. Apa boleh buat, ijon dan menjual harapan barangkali masuk kategori propaganda yang menurut Joseps Gobbelz adalah kebohongan yang diulang-ulang akhirnya menjadi kebenaran.

Apakah hal itu tergolong hoax? Ya. Hoax yang membangun. Konon. Hoax positif bagi yang menebar karena ia punya kepentingan, tetapi bagi rakyat — hoax tetap hoax, permainan biadab melalui tata cara beradab!

LBB, 060117, renungan sore